Tuesday 28 December 2010

[This, So True]

Kawan, kita sebaya.
Hanya bulan yang membedakan usia.
Kita tumbuh di tengah sebuah generasi dimana tawa bersama itu sangat langka.
Kaki kita menapaki jalan panjang dengan langkah payah menyeret sejuta beban yang seringkali bukan urusan kita.
Kita disibukkan dengan beragam masalah yang sialnya juga bukan urusan kita.
Kita adalah anak-anak muda yang dipaksa tua oleh televisi yang tiada henti mengabarkan kebencian.
Sementara adik-adik kita tidak tumbuh sebagaimana mestinya, narkoba politik uang membunuh nurani mereka.
Orang tua, pendahulu kita dan mereka yang memegang tampuk kekuasaan adalah generasi gagal.
Suatu generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang mereka khianati sendiri.
Kawan, akankah kita berhenti lantas mengorbankan diri kita untuk menjadi seperti mereka?

Di negeri permai ini, cinta hanyalah kata-kata sementara benci menjadi kenyataan.
Kita tidak pernah mencintai apapun yang kita lakukan, kita hanya ingin mendapatkan hasilnya dengan cepat.
Kita tidak mensyukuri berkah yang kita dapatkan, kita hanya ingin menghabiskannya.
Kita enggan berbagi kebahagiaan, sebab kemalangan orang lain adalah sumber utama kebahagiaan kita.
Kawan, inilah kenyataan memilukan yang kita hadapi, karena kita hidup tanpa cinta maka bahagia bersama menjadi langka.
Bayangkan adik-adik kita, lupakan mereka yang tua, bagaimana mereka bisa tumbuh dalam keadaan demikian.

Kawan, cinta adalah persoalan kegemaran.
Cinta juga masalah prinsip.
Bila kau mencintai sesuatu maka kau tidak akan peduli dengan yang lainnya.
Tidak kepada poster dan umbul-umbul, tidak kepada para kriminal yang suka mencuci muka apalagi kepada kuli kamera yang menimbulkan kolera.
Cinta adalah kesungguhan yang tidak dibatasi oleh menang dan kalah.

Kakimu, kawan, telah memberi makna solidaritas.
Gocekanmu kawan, telah mengundang tarian massal tanpa saweran.
Terobosanmu, kawan, menghidupkan harapan kepada adik-adik kita bahwa masa depan itu masih ada.
Tendanganmu kawan, membuat orang-orang percaya bahwa kata “bisa” belum punah dari kehidupan kita.
Simbol hanya akan menggerus kegembiraan.
Di lapangan kau tidak mewakili siapa-siapa, kau memperjuangkan kegembiraanmu sendiri.
Di pinggir lapangan, kau tidak perlu menoleh siapa-siapa.
Berlarilah, seolah-olah kalian adalah kanak-kanak yang tidak mengerti urusan orang dewasa. Berjibakulah, seolah-olah kalian mempertahankan kegembiraan yang hendak direnggut lawan. Bersikaplah layaknya orang asing yang memberikan contoh kepada bangsa yang miskin teladan.
Aku hanya menginginkan kegembiraan bersama dimana tawa seorang tukang becak sama bahagianya dengan tawa seorang pemimpin Negara.
Biarkan semua mengalir dan menarilah.
Kabarkan kepada seluruh bangsa bahwa kebahagiaan bukan urusan menang dan kalah.
Tetapi kebahagiaan bersumber pada cinta dan solidaritas.